
Sebut saja Spektrofotometer, HPLC, LCMS, dan juga beberapa alat lain yang berada di Ma Chung Research Center for Photosynthetic Pigments (MRCPP). Mungkin bisa membuat kening berkerut-kerut bagi kebanyakan orang. Namun, tidak demikian bagi Monika Nur Utami Prihastyanti. Pasalnya, perempuan kelahiran Malang itu memang piawai dalam mengoperasikan alat-alat yang tergolong rumit seperti di atas.
Profesi sebagai seorang peneliti, membuat Monika dituntut untuk bisa mengoperasikan alat-alat uji bagi kepentingan pekerjaannya. Tak pelak, dedikasinya selama sepuluh tahun jadi bukti nyata, kalau ia memang salah satu peneliti perempuan yang cukup berkompeten di MRCPP.
Salah satu kawan Komunitas St. Yusuf Pekerja ini mengawali kariernya sejak ia lulus dari Fakultas Teknologi Pangan, Universitas Brawijaya di tahun 2009. Kala itu, Monika mendapatkan tawaran magang di MRCPP, hingga ia bisa menempuh double degree di Universitas Kristen Satya Wacana dan Kwansei Gakuin University, Jepang. Sepulang study dari negara sakura tersebut, Monika diangkat menjadi peneliti tetap di MRCPP, hingga saat ini.
Menurut pengalaman Monika, pekerjaannya sebagai peneliti tidak hanya meneliti apa yang ditugaskan (proyek) dari pimpinan laboratorium saja. Peneliti di MRCPP juga dapat ditunjuk sebagai pembimbing lapang untuk mahasiswa tugas akhir. Sedangkan untuk proyek atau hibah penelitian dalam satu tahun, Monika bisa tergabung dalam tim penelitian yang mengerjakan dua hingga tiga hibah. Selain itu, MRCPP juga menerima permintaan uji atau analisa pigmen dari luar wilayah kampus Ma Chung.
Sepuluh tahun lebih berpengalaman menjadi peneliti di MRCPP, mungkin pengalaman paling berkesan adalah penelitian yang saat ini sedang dikerjakan olehnya dan tim. Hibah penelitian dari Kemenristek dan LPDP menuntut hasil penelitian mampu menjadi produk yang bisa dijual ke masyarakat, membuat Monika dan tim akhirnya berinisiatif untuk menggandeng salah satu UMKM dari Pagelaran, Malang Selatan. Menurut perempuan yang gemar menonton film ini, penelitian tersebut sangat menantang dan menyenangkan. Bukan hanya karena pihak UMKM yang sangat koordinatif, ia mengaku kalau selama ia berkecimpung di MRCPP, baru kali ini ia memiliki hasil penelitian yang dapat dijual kembali ke masyarakat. Selain itu, bagi Monika, penelitian mengenai biskuit bersama dengan UMKM dari Pagelaran ini meninggalkan kesan yang cukup dalam baginya. Apa yang mereka kerjakan saat ini membuat ia dan tim dapat bekerja lebih terstruktur, dan patuh dengan rangkaian yang mereka buat yang sesuai dengan proposal.
Bagi Monika, pekerjaan apa pun selalu memiliki sisi suka dan duka. Tak terkecuali sebagai seorang peneliti. Baginya, sisi menyenangkan menjadi peneliti adalah ia bisa berkesempatan belajar dan mencoba alat uji baru. Menjadi peneliti juga tidak melulu berada di laboratorium, karena lewat hibah penelitian, Monika dapat bertemu dengan orang baru seperti partner penelitian dari luar MRCPP. Penelitian juga bukan pekerjaan yang bersifat individu. Bekerja bersama tim selalu meninggalkan kesan baik baginya, walaupun tidak menutup kemungkinan gesekan selalu ada, tetapi hal itu sama sekali tidak mengurangi kerja sama tim dan profesionalitas mereka.
Memiliki pengalaman sebagai peneliti selama sepuluh tahun, membuat alumni SMA Katolik St. Albertus Malang, ini memiliki beberapa kiat yang berguna bagi kawan-kawan yang ingin menjadi seorang peneliti. Menurutnya, untuk menjadi seorang peneliti, seseorang diharuskan piawai dalam mengoperasikan alat-alat uji, serta memiliki kemampuan analisa yang baik. Bahkan menurut Monika, seseorang dengan rasa ingin tahu yang besar juga memiliki kans yang besar untuk menjadi seorang peneliti seperti dirinya. Hal yang dapat ditiru dari Monika adalah semangat belajarnya yang tidak mengenal waktu, seperti kesempatan untuk short course di Belgia yang ia usahakan sekuat tenaga dalam persiapannya, walaupun terpaksa tertunda karena pandemi yang sedang melanda saat ini.
Kadang kala, kalau kita mendengar profesi peneliti, yang ada di pikiran kita adalah orang dengan persona kacamata tebal yang kerap tenggelam dalam tumpukan buku di sudut laboratorium seperti di film-film science fiction. Bahkan, bahan pembicaraannya sering kali “berat” sampai-sampai hanya dimengerti oleh mereka-mereka yang berprofesi senada. Namun, akan berbeda ketika kita berjumpa dengan Monika. Pribadi yang kerap berpakaian santai ini luwes dan murah senyum. Tidak ada kacamata tebal, atau pembicaraan mengenai hal-hal rumit seperti alat-alat yang tiap hari ia operasikan. Pembicaraan ringan dari menonton film sampai soal traveling Monika dapat ditemui secara virtual di media sosial Instagram @monikpri. (Elisabeth Ika)